Kamis, 29 Oktober 2009

Ahmad dan Kodok Hijau

Pada akhir pekan, Ahmad pergi memancing di sebuah danau bersama Ayahnya. Ketika Ayahnya menyiapkan joran-joran pancing, Ahmad meminta izin untuk menjelajahi kawasan sekitarnya. Ayah mengizinkan, asalkan Ahmad tidak pergi terlalu jauh.
Ahmad mulai berjalan di antara kabut di tepi danau. Seekor kodok tiba-tiba melompat di antara dua semak dan mendarat di atas batu tepat di depannya.
“Kamu hampir saja menginjakku!” si kodok mengeluh.
“Maaf,” ujar Ahmad. “Warnaiiiiimu persis seperti dedaunan, sampai-sampai aku tidak melihatmu, kodok kecil. Namaku Ahmad, dan aku sedang berjalan-jalan di sini.”
Kodok itu tersenyum: “Senang sekali bertemu denganmu, Ahmad. Wajar saja kalau kamu tidak melihatku. Aku hidup di antara semak-semak ini, dan warnaku senada dengan warna dedaunan. Dengan cara itu, musuh-musuhku tidak dapat melihatku, seperti kamu. Aku dapat bersembunyi dari mereka dengan mudah.”
Ahmad berpikir sejenak. “Ya, tapi bagaimana kalau mereka melihatmu? Lalu, apa yang kamu lakukan?”
“Kalau kamu perhatikan dengan teliti,” kata kodok itu, sambil mengangkat sebelah kakinya, “Kamu akan melihat selaput di antara jari-jariku. Ketika aku melompat, kubuka semua jariku. Dengan cara itu, aku dapat melayang di udara. Kadang-kadang aku bisa terbang sampai 40 kaki (12 meter) dalam sekali lompatan.”
“Lalu, bagaimana ketika kamu ingin mendarat?” Ahmad berpikir.
“Kugunakan kaki-kakiku ketika ku terbang. Kugunakan selaput kakiku seperti parasut untuk melambatkan kecepatan badanku saat mendarat,” kodok itu menjelaskan.
“Wah, itu sangat menarik,” Ahmad merenung. “Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan kalau kodok bisa terbang.”
Kodok itu menyeringai. “Beberapa spesies kodok dapat terbang sejauh mereka dapat berenang. Inilah rahmat yang diberikan Allah pada kami. Allah menciptakan warna-warna kami sedemikian rupa untuk menyamarkan kami dalam lingkungan tempat tinggal kami. Hal itu memungkinkan kami untuk bertahan hidup. Jika Allah tidak menciptakan kami seperti ini, dengan segera kami akan terbunuh oleh binatang-binatang lain.”
Ahmad melihat maknanya. “Selaput di antara jari-jarimu penting bagimu agar bisa melompat dalam jarak yang jauh. Aku tidak punya selaput di kakiku karena aku tidak memerlukannya. Kebutuhan setiap makhluk hidup berbeda-beda, bukankah begitu?”
“Ya, kamu benar. Kamu menyatakannya dengan baik.”
Ahmad menjawab, “Allah menciptakan kita dengan cara terbaik untuk memudahkan hidup kita. Kita semestinya bersyukur padaNya karena itu.”
“Benar, benar sekali, Ahmad,” temannya setuju. “Tuhan kita menciptakan semua makhluk hidup sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup. Ia memberikan kita apapun yang kita perlukan ketika kita dilahirkan.”
“Ya,” kata Ahmad. “Sekarang, kodok kecil, aku harus pergi. Kalau tidak, Ayahku akan mengira sesuatu terjadi padaku. Senang sekali berbincang-bincang denganmu. Jika di lain waktu aku datang ke sini, aku akan kembali mengunjungimu.”
“Aku akan menantimu. Senang juga bertemu denganmu. Selamat tinggal, Ahmad ...” kodok itu berkuak sambil melompat kembali ke dalam semak, dan menghilang dari pandangan Ahmad.

Kaki Kodok yang Berselaput
Salah satu makhluk menakjubkan yang diciptakan Allah adalah sejenis kodok yang hidup di hutan-hutan perawan. Ciri paling menarik dari kodok pohon kecil, yang mempunyai kaki-kaki kecil dan selaput di antara jemarinya, adalah bahwa ia dapat menggunakan kaki-kakinya untuk terbang dengan meluncur di udara. Ketika kodok kecil ini terbang dari pohon ke pohon, ia menggunakan kaki-kakinya seperti parasut ketika hendak melunakkan pendaratannya. Dengan membuka selaput di antara jemarinya, kodok menggandakan wilayah permukaan tubuhnya. Kodok terbang dapat melayang di udara sejauh lebih dari 40 kaki (12 meter), sebelum mendarat di sebuah pohon. Dengan menggerakkan kaki-kakinya dan mengubah bentuk kaki yang berselaput, mereka bahkan dapat mengendalikan arah terbangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar